Prolog

tiga puluh berjalan.
Terus bertumbuh dan tak kan mundur laju.
Ketika tak hanya fisik yang bertumbuh, tapi otak dan hati pun menyertai.

Kemapanan menjadi sebuah kata yang menggelitik.
Asumsi dan definisi dari sebuah mapan menjadi peta nyata.

Semua tak hanya berjalan ke arahnya, bahkan berlari.
Berlari mencapai kemapanan.

Ketika satu persatu dia, mereka, kalian melaju ke arah sang mapan.
Saya cukup disini, mengamati, menelaah bahkan secuil ingin.
Manusiawi...

Tapi bantir setir...
Itu manuver saya.
Memilih menjadi seorang istri diusir muda.
Menjadi seorang ibu bagi anak istimewa saya.
Bernegosiasi pada ego saya untuk berbakti pada bapak.

Disini perlahan saya seakan menanggalkan hobby Freelance.
Dan seakan mulai menyelami zona nyaman akan totalitas pengabdian menjadi seorang ibu dan istri.
Mengakui akan zona nyaman seakan menjadi bumerang batin.
Akan hal beraroma rupiah yang akan menjadi pegangan hari tua nanti.

Tak semua berujung rupiah, tapi dlm kefanaan nan sementara ini kita tetap membutuhkannya.
Karena suatu hari kelak enggan menjadi tanggungan meski untuk anak sendiri.

Pada akhirnya dialog tertuju selalu pada pemilik saya.
Bait doa yang tak kunjung berakhir.
Agar sang pemilik meng'aminkan lantunan saya.
Agar diberikanNYA saya kesabaran, kelembutan serta keikhlasan di hati.
Guna saya di mampukah menjadi hambaNYA yang taat.
Supaya menjadikan saya anak yang berbakti.
Melakonkan saya menjadi istri sholeha.
Menjadikan saya madrasah terbaik anak anak saya.
Memanfaatkan keberadaan saya untuk orang di sekitar saya.

Ketika dunia cuma titipan.
Ketika dunia hanya sementara.
Ketika kemapanan hanya sesaat.
Namun tetap berikan dengan tambahan untuk saya yang hobby meminta ini.
Hai SANG MAHA , ALLAH saya.
Berikan saya kemapanan dunia dan akhirat.

Selalu oleskan hati saya akan ayat ayatMU.
Ingatkan saya, akan niat keberkahanMu yang saya intai.
Sedikit namun mencukupi bukan yang banyak namun melalaikan.

Saya hanya manusia yang memiliki cita.
Menjadi seorang wartawan, penulis, itu ingin saya dulu.
Ketika semua tumbuh di depan saya,dan seakan menjadi perempuan utuh kini.
Maka tumbuh pula cita saya yang lain.
Saya ingin, saya mau, saya harap, suatu hari nanti.
Malaikat kecil saya yang bertumbuh dewasa akan dengan lantang memakai hatinya untuk ikhlas berujar...
"Bunda, ayah, aku sayang bunda dan ayah karena Allah SWT."
Dan, dalam kekinian..
Saya harus merintis satu demi satu agar cita cita saya akan terwujud kelak.

Ketika dulu saya menjadi manusia yang terpola akan tujuan saja, dan tau apa yang harus saya dapat untuk menjadi sebuah profesi...

Kini semua kembali dari nol.
Untuk saya menapaki cita cita terbaru saya.
Karena bukan hanya untuk saya...
Tapi untuk hidup seorang manusia yang diamanahkan kepada saya.
Sebuah project besar dunia akhirat, yang kini saya emban.

Saya yakin Allah menjamin keluarga saya.
Saya yakin Allah mencukupkan keluarga saya.
Namun saya juga manusia yang manusiawi bersahabat logika, yang seringkali berbalut resah akan dunia.
Semoga Engkau Allah ku, tak putus nikmatMU untuk menyiramkan hati ini, dengan tidak menyuburkan resah kefanaan ku.Aminnnnn ya.

Dan orangtua adalah modal saya saat ini.
Ketika surga berada dibawah telapak kaki ibu.
Maka, kunci surga berada dalam genggaman bapak.
Karena rudal mereka adalah ridhoMU ya Allah.

Doktrin saya selalu dengan keikhlasan Mu yang sebenar benarnya.
Amin..amin..amin yra.


3 komentar:

Deni Aftrisna mengatakan...

kawan lama, selama usia mu kini.
Ketika senja menjadi hening, tak ada yang terindah selain mengenang masa lalu...
Masa lalu yang sudah jauh tersimpan dilangit, dibalik segala pertautan warna terindah ini...
Hi Pangesti rahayu......:)

Deni Aftrisna mengatakan...

kawan lama, selama usia mu kini.
Ketika menjadi hening, tak ada yang terindah selain mengenang masa lalu...
Masa lalu yang sudah jauh tersimpan dilangit, dibalik segala pertautan warna terindah pada senja ini...
Hi Pangesti rahayu......:)

Deni Aftrisna mengatakan...

kawan lama, selama usia mu kini.
Ketika senja menjadi hening, tak ada yang terindah selain mengenang masa lalu...
Masa lalu yang sudah jauh tersimpan dilangit, dibalik segala pertautan warna terindah ini...
Hi Pangesti rahayu......:)